Di tengah tekanan akademis, persaingan sosial, dan tantangan digital, kemampuan anak untuk mengatasi kegagalan dan bangkit kembali (resiliensi) menjadi lebih penting daripada kecerdasan bawaan. Fondasi utama untuk membangun ketahanan mental ini adalah Growth Mindset, sebuah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras. Tugas utama orang tua dan pendidik kini adalah Menumbuhkan Growth Mindset pada anak sejak usia dini, mengubah narasi internal mereka dari “saya tidak bisa” menjadi “saya belum bisa.” Pendekatan ini secara fundamental mengubah cara anak merespons kesulitan dan kesalahan.
Growth Mindset, yang dikembangkan oleh psikolog Carol Dweck, berlawanan dengan Fixed Mindset. Anak dengan Fixed Mindset percaya bahwa bakat adalah tetap; jika mereka gagal, mereka akan menyerah. Sebaliknya, Menumbuhkan Growth Mindset mengajarkan anak bahwa otak mereka seperti otot yang dapat tumbuh melalui tantangan. Ini berarti, ketika anak mendapat nilai buruk pada ujian Matematika yang diadakan pada hari Kamis, 18 September 2025, respons orang tua seharusnya bukan menyalahkan hasilnya, melainkan memuji usaha yang telah dilakukan dan membantu merencanakan strategi belajar yang lebih baik. Fokus pada proses, bukan hanya pada hasil akhir, adalah inti dari pembelajaran ini.
Strategi praktis untuk Menumbuhkan Growth Mindset meliputi perubahan dalam cara kita memberikan pujian. Hindari pujian yang berfokus pada sifat permanen (“Kamu memang pintar sekali!”). Sebaliknya, berikan pujian yang berfokus pada usaha dan strategi (“Kerja kerasmu dalam memahami konsep ini sungguh luar biasa!”). Perubahan sederhana dalam bahasa ini memperkuat pemahaman anak bahwa upaya yang mereka lakukan adalah faktor penentu kesuksesan, bukan sekadar bakat. Menumbuhkan Growth Mindset juga melibatkan pengenalan konsep “tantangan yang sehat” (healthy challenge). Guru harus memberikan tugas yang sedikit di atas zona nyaman siswa (bukan terlalu mudah atau terlalu sulit) agar mereka terpaksa mengembangkan strategi baru.
Selain itu, orang tua harus menjadi model (role model) resiliensi. Anak-anak belajar paling banyak melalui observasi. Ketika orang tua menghadapi kegagalan di pekerjaan atau kesulitan pribadi dengan sikap positif, anak akan menyerap pelajaran berharga tentang bagaimana mengatasi masalah. Dalam konferensi pendidikan anak yang diselenggarakan oleh Asosiasi Psikolog Pendidikan pada bulan Agustus 2026, ditekankan bahwa lingkungan rumah yang mengizinkan anak untuk melakukan kesalahan dan memperbaikinya sendiri (dengan panduan) adalah inkubator terbaik bagi ketahanan mental. Dengan Menumbuhkan Growth Mindset, kita tidak hanya meningkatkan prestasi akademis anak, tetapi juga melengkapi mereka dengan modal psikologis vital untuk menavigasi kompleksitas kehidupan.